Definisi pendidikan multikultural Adalah pendidikan yang tidak memandang latar belakang dari seseorang, baik itu berasal dari budaya, agama, adat yang berbeda-beda. Semua memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan multikultural dapat juga diartikan sebagai pendidikan yang menghargai perbedaan dan mewadahi beragam perspektif dari berbagai kelompok kultural. Para pendukung nya percaya bahwa anak-anak kulit bewarna harus diberdayakan dan pendidikan multikultural adalah pemerataan kesempatan bagi semua siswa. Tujuan penting dari pendidkan multikultural adalah pemerataan kesempatan bagi semua siswa. Ini termasuk mempersempit gap dalam prestasi akademik antara siswa kelompok kulit putih dengan kelompok minoritas(Bennet,2003;pang,2001;Schmidt & Mosenthal,2001)
Memberdayakan Siswa
Istilah pemberdayaan(empowerment) berarti memberi orang kemampuan intelektual dan keterampilan memecahkan masalah agar berhasil dan menciptakan dunia yang lebih adil. Pendidikan multikultural dititikberatkan pada usaha memberdayakan siswa dan memperbaiki representasi kelompok minoritas dan kultural dalam kurikulum dan buku ajar. Menurut pandangan ini, sekolah harus memberikan kesempatan untuk belajar tentang pengalaman, perjuangan dan visi dari berbagai kelompok kultural dan etnis yang berbeda-beda(Banks, 2001,2002,2003). Harapan dari semua ini adalah untuk meningkatkan rasa harga diri minoritas, mengurangi prasangka, dan memberikan kesempatan pendidikan yang lebih setara. Sonia Nieto(1992), seorang keturunan Puerto Rico yang besar di New York City, percaya bahwa pendidikannya membuatnya merasa latar belakang kulturalnya kelihatan agak buruk. Dia memberikan rekomendasi sebagai berikut:
- Kurikulum sekolah harus jelas antirasis dan antidiskriminasi
- . Pendidikan multikultural harus menjadi bagian dari setiap pendidikan siswa.
Peneliti lain telah menemukan bahwa banyak siswa Asia-Amerika lebih menyukai pembelajaran visual ketimbang anak Erofa-Amerika(Litton,1999;park,1997). Jadi untuk siswa seperti ini, guru bisa menggunakan metode tiga dimensional, grafik,foto, diagram, dan tulisan di papan tulis. Pendidikan yang Berpusat pada Isu Dalam pendidikan ini, siswa diajari secara sistematis untuk mengkaji isu-isu yang berkaitan dengan kesetaraan dan keadilan sosial. Pendidikan ini tidak hanya mengkalrifikasi nilai, tetapi juga mengkaji alternatif dan konsekuensi dari pandangan tertentu yang dianut siswa. Pendidikan yang berpusat pada isu terkait erat dengan pendidikan moral, yaitu “Konteks Sosial dan Perkembangan Sosioemosional” Meningkatkan Hubungan di Antara Anak dari Kelompok Etnis yang Berbeda-beda Disini ada yang dinamakan kelas jigsaw artinya adalah kelas dimana siswa dari berbagai latar belakang kultural yang berbeda diminta bekerja sama untuk mengerjakan beberapa bagian yang berbeda dari suatu tugas untuk meraih tujuan yang sama.
Terkadang strategi kelas jigsaw ini dideskripsikan sebagai upaya menciptakan tujuan utama atau tugas bersama untuk siswa. Kontrak personal dengan Orang Lain dari Latar Belakang Kultural yang Berbeda kontrak itu sendiri tidak selalu berhasil meningkatkan hubungan. Contohnya memasukkan anak minoritas ke dalam sekolah yang didominasi Kulit PUTIH, atau sebaliknya, tidak selalu mengurangi prasangka atau memperbaiki hubungan antar-etnis(Minuchin & Shapiro, 1983). Sebuah studi komprehensif terhadap lebih dari 5000 anak grade lima dan 4000 anak grade sepuluh mengungkapkan bahwa proyek kurikulum multietnis yang difokuskan pada isu enis, kelompok kerja campuran, seorang guru dan staf sekolah pendukung, telah membantu memperbaiki hubungan antar-etnis di kalangan siswa(Forehand, Ragosta, & Rock, 1976). Ketika siswa mengungkapkan informasi personal mereka sendiri, mereka lebih mungkin untuk dianggap sebagai manusia ketimbang bagian dari suatu kelompok. Berbagai informasi personal sering kali akan melahirkan penemuan ini : orang dari latar belakang berbagi harapan yang sama, kecemasan yang sama, dan perasaan yang sama.
Berbagai informasi personal dapat membantu memecahkan rintangan yang menyekat antar kelompok dan sekat diantara kami/mereka. Pengambilan Perspektif Latihan dan aktivitas yang membantu siswa melihat perspektif orang lain dapat meningkatkan relasi antar –etnis. Dalam satu latihan, siswa-siswa belajar prilaku tertentu yang tepat dari dua kelompok kultural yang berbeda(Shirts,1997). Kemudian kedua kelompok ini saling berinteraksi satu sama lain sesuai dengan prilaku tersebut. Latihan ini didesain untuk membantu siswa memahami gegar budaya yang muncul sebagai akibat dari berada di setting kultural dimana orang berprilaku dengan cara yang berbeda dengan yang biasa dilakukan siswa. Dalam seni bahasa siswa dapat mempelajari cerita yang terkenal dan diminta untuk mengambil perspektif dari karakter-karekter yang berbeda. Mempelajari orang dari belahan dunia yang berbeda juga membantu siswa untuk memahami perspektif yang berbeda(Mazurek, Winzer, & Mazorek, 2000) Pemikiran Kritis dan Inteligensi Emosional Siswa yang belajar berpikir secara mendalam dan kritis tentang relasi antar etnis kemungkinan akan berkurang prasangkanya dan tak lagi menstereotipkan orang lain.
Siswa yang berpikir dangkal sering kali berprasangka kepada orang lain. Akan tetapi apabila siswa belajar mengajukan pertanyaan, memikirkan dahulu isunya ketimbang jawabannya, dan menunda dahulu penilaian sampai informasi yang lengkap sudah tersedia, maka prasangkanya akan berkurang. Inteligensi emosional bermanfaat bagi hubungan antar-etnis. Kecerdasan emosional berarti mempunyai kesadaran diri tentang emosi, mengelola emosi, dan menangani hubungan. Mengurangi Bias
Berikut ini beberapa strategi antibias yang direkomendasi untik guru:
- Ciptakan lingkungan kelas antibias dengan memasang gambar anak dari berbagai latar belakang etnis dan kultural
- Pilih materi drama, seni, dan aktivitas kerja yang memperkaya pemahaman etnis dan kultural
- Gunakan Boneka”persona” untuk anak kecil. Enam belas boneka mewakili latar belakang kultur dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing boneka memiliki kisah hidup yang didesain untuk mengurangi bias.
- Bantu siswa untuk menolak sterotif dan diskriminasi.
- Ikutlah dalam aktivitas peningkatan kesadaran untuk memahami pandangan kultural anda sendiri secara lebih baik untuk menangani stereotif atau bias yang mungkin anda miliki.
Program Comer menekankan pendekatan no-fault( yakni fokus pada pemecahan masalah, bukan saling menyalahkan), tidak ada keputusa kecuali melalui konsesus dan tidak ada”paralysis”(yakni, tidak ada suara tidak setuju yang bisa menghadang keputusan mayoritas). Comer percaya bahwa seluruh komunitas sekolah harus kooperatif, bukan bersikap bermusuhan. Salah satu sekolah yang pertama mengimplikasiakan program Comer adalah SD Martin Luther King, Jr. Di New Haven, Connecticut. Ketiga program Comer dimulai disana. Seyelah 10 tahun implikasi progran Comer, nilai ujian nasional siswa mulai sama dengan standar nasional, dan setelah 15 tahun menjadi di atas standar. Meskipun tidak ada perubahan sosioekonomi di tempat yang kebanyakan dihuni orang Afrika-Amerika dan miskin ini, tingkat bolos sekolah menurun drastis, dan tidak ada lagi staf yang tidak betah. Isu Apakah Inti Nilai “putih” Mesti Diajarkan atau Tidak Beberapa pendidik menentang penwkanan pada pemberian informasi tentang kelompok etnis yang berbeda melalui kurikulum sekolah
. Mereka juga menentang pendidikan etnosentris yang menekankan pada kelompok minoritas non-Kulit putih. Kritik terhadap pandangan Schlesinger ini mengatakan bahwa nilai-nilai ini bukan khusus milik Anglo-Protestan Kulit Putih, tetapi nilai yang juga dimiliki semua kelompok agama etnis dan di Amerika. Bahkan pendidikan multikultural juga memasukkan tradisi Barat. Jadi, pendidikan multikultural dikritik oleh orang yang berpendapat bahwa semua anak seharusnya diajari satu nilai inti bersama. Terutama nilai Anglo-Protestan Kulit Putih. Namun, pendukung pendidikan multikultural tidak menentang pengajaran n ilai inti seperti itu selama ia tidak keseluruhan kurikulum.2 Secara lebih operasional Kazt (dalam Mogdil, 1986) menyatakan ada empat tujuan pendidikan multikultural, yaitu: 1. memberikan pengalaman belajar kepada siswa yang mengenalkan secara kritis dan kemampuan evaluasi untuk melawan isu-isu seperti realisme, demokrasi, partisipatory, dan exime. 2. mengembangkan keterampilan untuk klarifikasi nilai, termasuk kajian untuk mentransmisikan nilai-nilai yang laten dan manifest 3. untuk menguji dinamika keberagaman budaya dan implikasinya kepada strategi pembelajaran guru 4. mengkaji vareasi kebahasaan dan keberagaman gaya belajar sebagai dasar bagi pengembangan strategi pembelajaran yang sesuai
Adapun agar progam pendidikan multicultural berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Yakni memberikan perspektif multicultural maka strategi yang harus dilakukan adalah sebagai berikut
1. Belajar bagaimana dan dimana menentukan tujuan, informasi yang akurat tentang kelompok-kelompok kultur yang beragam
2. Identifikasi serta periksalah aspek-aspek positif individu atau kelompok etnik yang berbeda
3. Belajar toleran untuk keberagaman melalui eksperimentasi di dalam sekolah dan kelas dengan praktek-praktek dan kebiasaan yang berlainan
4. Dapatkan, jika memungkinkan pengalaman positif dari tangan pertama dengan kelompok-kelompok budaya yang beragam
5. Kembangkanlah prilaku-prilaku yang empatis melalui bermain peran (role playing) dan simulasi
6. Praktek penggunan “perpective glasess”, yakni melihat suatu event babakan sejarah, atau isu-isu melalui perspektif kelompok budaya atau lainnya Sejarah yang memprakarsai adanya pendidikan multikultural adalah masalah HAM yang menuntut persamaan hak. Pengertian pendidikan multikultural adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian didalam dan diluar sekolah yang mempelajari tentang berbagai macam status sosial, ras, suku, agama agar tercipta kepribadian yang cerdas dalam menghadapi masalah-masalah keberagaman budaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar